Monday, March 21, 2011

Fenomena Permasalahan Lingkungan Sungai Cikapundung


Latar Belakang


Bandung merupakan kota cekungan. Bebukitan nan indah mengelilinginya (walau sudah tampak tidak hijau lagi). Kota dengan luas area mencapai 16.729 hektar barang tentu tidaklah sebanding dengan jumlah penduduk saat ini yang mencapai 2.795.649 jiwa.[1]

                Penduduk yang semakin padat tersebut menambah persoalan bagi pemerintah kota dalam pengelolaan tata ruang. Tidaklah mudah tentunya mengelola kota yang masyarakatnya masih belum memahami persoalan kota itu sendiri. Kota tidaklah berdiri sendiri. Aspek lingkungan yang membuat fenomena citraan kota menjadikan para urban datang ke kota tersebut.

                Kota Bandung yang berbentuk mangkuk itu mempunyai sejarah sebagai kota hijau (green city). Tidaklah aneh menjadikan turis dari mancanegara datang ke Kota Bandung. Namun, sejarah tinggalah sejarah. Kini keadaan Kota Bandung menjadi rumit, serumit persoalan Sungai Cikapundung yang malang.

                Padahal, Sungai Cikapundung adalah sungai yang membelah Kota Bandung, yang seharusnya memberikan daya tawar wisata tinggi dalam kota. Kini Sungai Cikapundung menjadi kotor dan dangkal, lantas apakah yang dapat kita perbuat untuk menjaga kelestarian Sungai Cikapundung agar dapat terus bertahan dan dapat mengaliri kebutuhan air bagi anak cucu kita? Apakah kita hanya akan berdiam diri dengan pasrah menunggu semua bencana dan kerusakan sungai cikapundung terjadi lebih parah? Tidak. Kita harus bangun dan sadar bahwa semua ini harus kita cegah dan lantas mengembalikan citra Sungai Cikapundung sebagai penyaga kebutuhan masyarakat Kota Bandung dan agar menjadi icon dari Kota Bandung.

                Permasalahan Sungai Cikapundung harus segera terselesaikan segera, karena bila hal ini terus dibiarkan maka akan memberikan efek yang negatif bagi keseimbangan alam dan akan mengakibatkan bencana yang merugikan masyarakat. Langkah pencegahan yang dapat kita tempuh salah satunya adalah dengan penerapan peraturan dan sanksi hukum bagi subjek yang turut serta mendukung kerusakan Sungai Cikapundung, salah satunya adalah dengan penerapan pencegahan dengan UU Lingkungan hidup.


Analisis

·    Analisis Lingkungan

                Daerah aliran sungai (DAS) Cikapundung meliputi wilayah seluas 15.386,5 hektar dengan wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung. Sungai Cikapundung berhulu di Gunung Bukit Tunggul, mengalir melalui kota dan mengalir melalui Kabupaten Bandung dan bermuara di Sungai Citarum. Panjang Sungai Cikapundung mencapai 28.000 meter dengan lebar sungai di hulu 22 meter dan di hilir 26 meter.[2]
                 Debit air minimum 6 meter kubik per detik. Karena ruang lingkup kota yang kecil, tidaklah heran lingkungan, dalam hal ini Sungai Cikapundung, menjadi korban akibat kepadatan penduduk dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Bisa dibayangkan jumlah penduduk yang berdomisili di DAS Cikapundung mencapai 750.559 jiwa, dan jumlah penduduk tertinggi di Kelurahan Tamansari 28.729 jiwa.
                 Kepadatan penduduk di DAS Cikapundung tergolong tinggi rata-rata 122 jiwa per hektar dengan kepadatan tertinggi di Kelurahan Maleer, Kecamatan Batununggal. Jumlah rumah tangga yang tinggal di bantaran sungai 6.837 RT. Karena itulah, Sungai Cikapundung akan lebih parah lagi jika tidak ada pengelolaan sejak dini. Masyarakat bersama pemerintah harus bekerja sauyunan menjaga secara saksama pentingnya sungai nan indah dan sehat.
                 Jika kita melihat realitas sekarang, Kota Bandung merupakan kota yang sangat digandrungi banyak orang dari luar kota, baik untuk persoalan jasa maupun pendidikan. Keindahan alamnya juga tempat melahirkan orang-orang kritis (para pemikir) yang diperhitungkan oleh nasional maupun internasional. Bahkan, bapak proklamor kemerdekaan Indonesia, Soekarno, belajar di Kota Bandung.
                 Kini Kota Bandung memiliki hampir lebih dari 40 perguruan tinggi. Maka, tidaklah heran hal tersebut menggoda pendatang untuk tinggal di Kota Bandung. Namun, menjadi pertanyaan ulang bagi keseluruhan perguruan tinggi itu, apakah ada rasa tanggung jawab atas nilai-nilai edukasi pada keselamatan lingkungan dan masyarakatnya? Jangan-jangan lembaga pendidikan hanya dijadikan ajang usaha, sebagai industri dengan mengatasnamakan pendidikan.
                 Seperti contoh yang kita lihat, Sungai Cikapundung mengalir melewati kampus Universitas Parahyangan, Institut Teknologi Bandung, Universitas Islam Bandung, Universitas Pasundan, dan Universitas Langlangbuana. 
                 Selain itu, Kota Bandung juga memiliki sejumlah seniman dan institusi kesenian. Pertanyaan ulangnya ialah seberapa jauh seniman dan institusi kesenian itu memiliki rasa estetika dan humanitas pada lingkungan sekitarnya. Sungai Cikapundung yang dangkal dan kotor seperti sekarang ini menunjukkan sebuah kenyataan yang berbalik pada penghuni di Kota Bandung, khususnya masyarakat dan universitas di sekitar DAS Cikapundung.
                Jangankan dipakai minum, untuk menyiram tanaman atau hanya membasahi jalanan pun, Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung sudah tidak layak lagi. Mulai dari hulu hingga hilir, kualitas air sungai yang membelah Bandung tersebut sangat mengkhawatirkan. 

         
Demikian disampaikan Koordinator Kelompok Kerja Komunikasi Air (K3A), Dine Andriani di sela-sela pengukuran kualitas air di bagian hulu DAS Cikapundung oleh belasan siswa SMA di Jalan Banceuy, Bandung, Jumat Siang (30/11/2007). [3]

                "Sejak Januari hingga penelitian terakhir K3A yaitu pada Juli 2007, kandungan oksigen yang terlarut atau DO (Dissolved oxygen-red) dalam air makin menurun. Artinya, kandungan logam berat dalam air makin meningkat. Kualitas DAS Cikapundung benar-benar makin mengkhawatirkan," jelas Dine.

                Bahkan, lanjutnya, hasil penelitian yang dilakukan Jumat (30/11/2007) di tiga titik yaitu di Dago Bengkok (hulu sungai), Jalan Lebak Siliwangi (tengah) dan Jalan Banceuy (hilir sungai), kandungan oksigen makin rendah dibandingkan penelitian Juli 2007 lalu.

                Hasil pemeriksaan Jumat 30 November, kandungan oksigen di Jalan Banceuy hanya 1,7 mg/ liter. Sedangkan di Jalan Lebak Siliwangi hanya 6,3 mg/liter dan Dago Bengkok 5,9 mg/liter. "Sementara normalnya, kandungan oksigen dalam air minimal 6 mg/ liter. Itu sesuai PP No 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan air," jelas Dine. 
                 Menurutnya hal tersebut disebabkan tingginya kandungan limbah yang berasal dari pertanian yang tidak ramah lingkungan, peternakan, rumah tangga, pasar dan limbah industri.
 Tidak hanya itu, tingginya sedimentasi di daerah hilir akibat banyaknya penebangan pohon dan alih fungsi lahan mengakibatkan kualitas air sungai menjadi semakin buruk.
  Jika hal ini dibiarkan terus, kerusakan lingkungan akan semakin menyebar. Tidak hanya kualiatas air sungai, namun air tanah di Kota Bandung pun akan tercemar. Perlu adanya tindakan tegas dari pemerintah untuk mengatasi hal ini. Jika tidak, kita tidak akan mempunyai air bersih lagi,".
Permasalahan Hukum

                Untuk menjaga ketetapan kelestarian dari Sungai Cikapundung, haruslah kita melakukan suatu gerakan, tidak hanya menunggu Sungai Cikapundung benar-benar hingga rusak. Pelestarian Sungai Cikapundung sekarang ini adalah hal yang mesti kita lakukan tanpa terkecuali, karena hal ini dirasa mendesak untuk menjaga kelestarian dan keseimbangann ekosistem di sekitar Sungai Cikapundung.
                Salah satu bentuk tindakan tersebut adalah mengkaji kembali kebijakan-kebijakan yang dilakukan terhadap penanganan Sungai Cikapundung, diantaranya harus melihat pembanguanan kota yang berwawasan kelestarian lingkungan seperti yang tercantum dalam pasal 1 ayat 3 UU No. 32 Tahun 2009 ;
                “ Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.”
                Hal ini ditekankan agar memberi penekanan pada upaya kesadaran akan lingkungan kedepan, direncana secara matang, teliti dan mencakup semua aspek lingkungan, supaya mutu hidup dan kehidupan manusia bagi generasi sekarang dan generasi selanjutnya. Pembangunan harus berorientasi lingkungan dan penataan wilayah kota harus seimbang dengan pola-pola kelestarian yang tidak mengganggu ekosistem alam, dalam hal ini adalah DAS atau daerah aliran sungai yang banyak mengalami alih fungsi lahan menjadi pemukiman padat penduduk dan area perkantoran.
                Pemerintah pun harus lebih tegas terhadap pelaku pencemaran Sungai Cikapundung, agar ada efek jera, hukum harus tetap ditegakkan wibawanya, jangan sampai hukum hanya sebagai nyanyian saja. Dengan pemerintah yang tegas menegakkan UU lingkungan dan perda yang berkaitan dengan lingkungan maka dapat dipastikan kemajuan akan kelestarian Sungai Cikapundung akan terjaga.

PENUTUP
  • Kesimpulan
                Pelestarian Sungai Cikapundung merupakan hal yang tak terbantahkan harus segera kita laksanakan dengan serius dan sungguh-sungguh, diperlukan ketegasan dan kesadaran dari semua pihak untuk dapat membangun kembali citra Sungai Cikapundung agar menjadi sungai kebanggaan di Kota Bandung. Tidak hanya dalam segi estetis, pelestarian Cikapundung yang paling utama adalah untuk menjaga kelangsungan kelestarian lingkungan Kota Bandung agar tidak menghadapi ancaman bahaya lingkungan yang disebabkan karena kerusakan Sungai Cikapundung, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan dll. Dalam konteks ini pelestarian Suingai Cikapundung adalah harus sesuai dengan asas dari hukum lingkungan, yaitu harus ada tanggung jawab negara, lalu kelestarian keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan lokal (kearifan lokal masyarakat sunda tentang alam harus dikembalikan), tata kelola pemerintahan yang baik dan otonoi daerah.
                Pelestarian Sungai Cikapundung pun harus sejalan dengan prinsip-prinsip hukum lingkungan, seperti Prinsip keadilan Intergenerasi dan Intragenerasi, prinsip pencegahan dini dll. Dengan pelaksanaan pelestarian Sungai Cikapundung dengan merujuk pada asas maupun prinsip hukum lingkungan niscaya bila peraturan ini dilaksanakan maka kelestarian Sungai Cikapundung akan tetap  terjaga dan pembangunan pun akan tetap seirama dengan kelestarian alam.


[1] Bandung.go.id/Qagg/
[2] Kompas.com
[3] http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=AVkEAg1QAggA
5 Alexander Rizki's Blog: Fenomena Permasalahan Lingkungan Sungai Cikapundung Latar Belakang Bandung merupakan kota cekungan. Bebukitan nan indah mengelilinginya (walau sudah tampak tidak hijau lagi). Kota dengan...

No comments:

Post a Comment

< >