Wednesday, March 23, 2011

Jazz di Sini, Jazz di Sana

Baiklah, ini sudah lewat dari pertengahan Maret. Bulan jazz, kata seseorang di luar sana bersemangat, sebelum berlangsungnya Jakarta International Java Jazz Festival. Wow.... Jazz? Jazz apa?

Beberapa tahun belakangan, setiap kali kata “jazz” melayang-layang di udara pada bulan seperti ini, selalu terbayang keriuhan di satu tempat yang adem berkat pengatur suhu. Terbayang juga orang yang berjubel dengan aneka dandanan (banyak yang datang dengan wangi kuat dan lekas menyebar), lampu-lampu gemerlap, dan aneka gerai makanan.

Juga musik, tentu saja, yang umumnya seperti sengatan listrik membuat orang-orang melenggak-lenggokkan badan.

Betapa menyenangkan melihat jazz dirayakan dengan gairah yang meluap. Kita tahu, sebenarnya secara komersial produk rekaman musik jazz sama saja taraf pencapaiannya dengan hasil dari apa yang disebut sebagai produk indie (walau sebenarnya keduanya bukanlah kategori yang “setarikan napas”, tidak apple to apple; produk-produk berkategori jazz bisa saja dihasilkan dengan cara dan semangat indie). Tingkat penjualan keduanya jauh lebih rendah dibandingkan dengan produk mainstream atau major label yang masuk kategori pop.

Minat dan antusiasme terhadap jazz, bagaimanapun, memang boleh dibilang berkembang. Tidak usahlah disebut festival akbar yang sejak tahun lalu diselenggarakan di Kemayoran itu. Coba datangi aneka program atau kegiatan jazz kecil-kecilan di berbagai tempat di Jakarta, atau kota-kota lain.


Misalnya Serambi Jazz yang dijadwalkan berlangsung setiap dua bulan di Goethe-Institut. Menampilkan kelompok musik berbeda-beda, kadang-kadang bahkan dari negeri seberang, program yang dikurasi keyboardist Riza Arshad ini tak pernah sepi penonton.

Atau contoh lain, Komunitas Jazz Kemayoran. Perkumpulan ini mulanya merupakan ajang pertemuan bulanan para penggemar jazz Jakarta yang bertempat di rumah penggagasnya, Beben, di Kemayoran. Konsisten sejak awal, komunitas yang berusia tujuh tahun ini telah mengenyam pengakuan dari banyak pihak dan juga berkembang pesat.

Sering dianggap keliru sebagai musik kalangan gedongan, atau mereka yang berselera “keriting”, jazz di sini memang telah mengalami perkembangan yang menjadikannya sanggup menjangkau kalangan yang lebih luas. Belum sampai ke pencapaian jazz di era 1930-an hingga 1940-an di Amerika Serikat, memang (barangkali tak akan pernah bisa lagi seperti itu).

Kita tahu, kala itu jazz, aliran swing tepatnya, bisa menyebar dan menyusup di berbagai tataran; seperti musik pop masa kini saja. Di mana-mana terdengar swing, termasuk di film-film animasi Disney. Tapi animo sebagaimana selalu tampak di festival yang baru lalu tetap saja menggembirakan.
Dan festival-festival lainnya — di Yogya, di Riau, di Batam, di Makassar, di Maluku, dan entah mana lagi kelak — semoga juga bukan kegiatan yang berumur pendek.

Yang mestinya juga tak dilupakan adalah memperluas spektrum jazz yang disajikan untuk diapresiasi. Perlu banyak kejutan. Ini, harus diakui, lebih sering dilakukan oleh kegiatan atau program yang berskala mini, seperti Serambi Jazz. Mengingat bobot suasana pestanya, festival di Kemayoran itu lebih sering terasa sebagai pesta saja.

Pesta, seperti lazimnya, akan lebih mengutamakan menu-menu pesta juga — dan kebanyakan adalah musisi atau kelompok musik yang hanya “jazzy”, kalaupun bukan smooth jazz. Bagi penggemar jazz yang puritan barangkali tak banyak yang betul-betul bisa menarik minat.

Bukan tak ada sama sekali yang tampil memainkan adonan jazz yang kental (dalam wujud yang progresif sekalipun), tapi kebanyakan di panggung-panggung kecil dan bukan merupakan bintang besar. Betul, festival kondang seperti Montreux Jazz Festival pun menawarkan kombinasi yang serupa dalam menunya. Tapi festival itu ‘kan sebenarnya bukan kiblat, yang cuma satu-satunya di dunia.

Jazz, kata seseorang, bagaimanapun adalah “salah satu hadiah terbesar kehidupan: di antara kejutan bisa ditemukan kegembiraan.”
Diposting Oleh Purwanto Setiadi pada : http://id.omg.yahoo.com/blogs/jazz-di-sini-jazz-di-sana-purwanto_setiadi-29.html
5 Alexander Rizki's Blog: Jazz di Sini, Jazz di Sana Baiklah, ini sudah lewat dari pertengahan Maret. Bulan jazz, kata seseorang di luar sana bersemangat, sebelum berlangsungnya Jakarta Inter...

No comments:

Post a Comment

< >